Eksistensi dakwah
Oleh: Muhammad Habibi
Oleh: Muhammad Habibi
Urgensi dakwah dalam Islam dapat ditinjau dari beberapa sudut, diantaranya
dari sejarah awal penyebaran Islam oleh Nabi Muhammad Saw pembawa risalah
Allah. Secara global dakwah Islamiyah pada zaman Rasul dapat dikategorikan
kepada empat tahapan : pertama dakwah secara sembunyi-sembunyi. Dakwah
ini dilaksanakan Nabi selama tiga tahun. Kedua dakwah secara
terang-terangan hanya dengan lisan saja. Dakwah ini berlangsung sampai hijrah
Rasulullah. Ketiga dakwah secara terang-terangan sekaligus memerangi
kaum musyrik yang berlaku zalim dan menantang untuk berperang. Fase ini
berlangsung sampai perjanjian perdamaian hudaibiyah. Keempat dakwah
secara terang-terangan sekaligus memerangi setiap orang yang menolak untuk
masuk Islam dan mencoba menghalau aktifitas dakwah dan proses ini berlanjut
sampai tegaknya syari’at dan timbulnya hukum jihad dalam Islam.
Pasca wafatnya Rasul tongkat estafet perjuangan beliau
dalam menyebarkan risalah suci ini dilanjutkan oleh para sahabatnya seperti Abu
Bakar, Umar, Usman dan Ali, kemudian oleh para Tabi’in dan tabi’at tabi’in dan
seterusnya.
Jika aktifitas dakwah ditinjau dari sumber teks-teks
syariat, maka akan ditemukan natijah yang sama atau bahkan akan semakin tampak
kedudukunnya. Dalam al-Quran banyak sekali ayat-ayat yang menyinggung hal ini.
Diantaranya adalah ayat ” Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan ummat
yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang benar dan mencegah dari yang
munkar. Pada kesempatan lain Allah berfirman yang artinya :”Katakanlah,
inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak kamu
kepada Allah dengan hujjah yang nyata.
Dalam sunnah Rasul banyak sekali hadis-hadis yang
menjelaskan tentang ungensinya aktifitas dakwah. Seperti sebuah hadis yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim. Hadits tersebut menjelaskan tentang
tahapan-tahapan untuk melawan kemungkaran dan secara otomatis mengajak
pelakunya untuk kembali kepada jalan yang lurus. Rasul pun pernah bersabda ”Sampaikan
dari saya kepada mereka walaupun hanya satu ayat. Pada kesempatan lain
beliau berkata” Barang siapa yang menunjukkan kepada kebaikan maka dia akan
mendapatkan pahala sebagaimana pelakunya.
Ternyata julukan umat dakwah yang menghinggapi
komunitas ummat Islam juga merupakan bukti kuat betapa telah mengakarnya
aktifitas dakwah dalam doktrim Islam. Status hukum berdakwah bagi orang Islam
itu sendiri merupakan kewajiban yang tidak boleh diabaikan. Akan tetapi setiap
muslim hanya bertanggung jawab dalam hal dakwah sesuai dengan kedudukan dan
kemampuannya. Apabila seorang muslim tidak mampu melaksanakan kewajiban dakwah
dengan sendirinya, maka dia masih bisa berdakwah dengan menjadi donatur (baik
berupa harta, tulisan maupun pandangan) kepada para akar dan ulama yang mampu
melaksanakan misi suci ini.
Metode dan Sarana Berdakwah
Pada hakekatnya metode dan sarana untuk berdakwah sangat
banyak dan luas atau bahkan mungkin tidak akan ada batasnya. Sebab semua yang
bisa dikerjakan oleh manusia dan apa yang ada di muka bumi ini selagi tidak
berbenturan dengan doktrin Islam, maka hal itu boleh dijadikan sebagai metode
dan sarana untuk berdakwah.
Ketentuan di atas apabila dakwah itu sendiri tidak
diartikan dengan makna yang sempit, seperti yang telah diyakini oleh sebagian
kalangan komunitas muslim. Dengan menggembar-gemborkan dakwah harus secara
formalitas, spt berpakaian gamis, kopiyah menempel di atas kepala, dengan
jenggot menghelai panjang, tasbih menggayut ditangan kanan dan keliling
berjalan kaki door to door.
Diantara metode tersebut seperti ngobrol-ngobrol di kafe,
diskusi lintas agama, kunsultasi via alat komunikasi, mengadakan arisan
bersama, rihlah ilmiyah dan lain sebagainya adalah termasuk metode berdakwah
jika di dalamnya terdapatnya unsur ajakan kepada yang hak dan memperingatkan
akan yang bathil. Begitu juga dunia kesenian, kebudayaan, pariwisata,
entertainemen dengan segala pernak-perniknya, termasuk sarana untuk berdakwah,
menurut pemahaman dakwah dalam makna yang luas sebagaimana dalam arti
terminologi di atas.
Internet sebagai
Sarana untuk berdakwah
Hadirnya akses internet
merupakan media yang tidak bisa dihindari karena sudah menjadi peradaban baru
dalam dunia informasi dan komunikasi tingkat global. Dengan adanya akses
internet, maka sangat banyak informasi yang dapat dan layak diakses oleh
masyarakat internasional, baik untuk kepentingan pribadi, pendidikan, bisnis
dan lain-lain. Dimana munculnya jaringan internet dianggap sebagai sebuah
revolusi dalam dunia komunikasi dan informasi.
Pada saat pertama
kali internet diperkenalkan oleh para ilmuan barat, hampir dari kebanyakan
tokoh Islam merasa curiga dan khawatir akan efek dari temuan teknologi
tersebut. Namun pemikir Islam adala Syria Dr. Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthi
berkata : ternyata jaringan internet yang hampir menelan seluruh penjuru
dunia adalah merupakan lahan luas yang disitu bertebaran podium-podium yang
menyuarakan kepentingan Islam dengan memperkenalkan, mengajak (dakwah), membela
dan memecahkan berbagai problema.
Dakwah melalui
jaringan internet dinilai sangat efektif dan potensial dengan berbagai alasan,
diantaranya pertama mampu menembus batas ruang dan waktu dalam sekejap
dengan biaya dan energi yang relatif terjangkau, kedua pengguna jasa
internet setiap tahunnya meningkat drastis, ini berarti berpengaruh pula pada
jumlah penyerap misi dakwah. Ketiga para pakar dan ulama yang berada
dibalik media dakwah via internet bisa lebih konsentrasi dalam menyikapi setiap
wacana dan peristiwa yang menuntut status hukum syar’i, keempat dakwah
melalui internet telah menjadi salah satu pilihan masyarakat. Berbagai situs
mereka bebas memilih materi dakwah yang mereka sukai, dengan demikian
pemaksaaan kehendak bisa dihindari, kelima cara penyampaian yang
variatif telah membuat dakwah Islamiyah via internet bisa menjangkau segmen
yang luas.
Perlu diingat
bahwa keefektifan media ini juga sangat tergantung pad ummat Islam itu sendiri.
Artinya kecakapan dan keikhlasan mereka dalam berdakwah via internet, serta
kesungguhan mereka dalam meredam segala bentuk perpecahan dan perselisihan
intern dalam ummat Islam sangat berpengaruh dalam sukses tidaknya misi suci
ini. Untuk itulah diantara kewajiban para pemimpin aliran-aliran dalam Islam
agar berusaha semaksimal mungkin untuk dapat merukunkan dan meminimalisisir
titik perbedaan dan berusaha mengedepankan titik persamaan.
Terlepas dari pro
dan kontra tentang penggunaan internet, setidaknya terdapat tiga motode dakwah
melalui internet yaitu : pertama, dengan menggunakan fasilitas website
seperti yang telah dilakukan oleh banyak organisasi Islam maupun tokoh-tokoh
ulama. Berdakwah dengan menggunakan fasilitas ini dianggap lebih fleksibel dan
luas jika dibandingkan dengan dua fasilitas berikutnya. Kedua, menggunakan
fasilitas mailing list dengan mengajak diskusi keagamaan atau mengirim
pesan-pesan moral kepada seluruh anggotanya. Dan ketiga, menggunakan
fasilitas chatting ynag memungkinkan untuk berinteraksi secara langsung.
Sebenarnya jika dibandingkan dengan dua fasilitas yang telah disebutkan di
atas, fasilitas chatting lingkupnya lebih sempit sebab kegiatan dakwah melalui
fasilitas ini hanya berlangsung pada saat pelaku dakwah sedang on line di
internet saja.
Kelebihan Internet
sebagai Media Dakwah
Dibandingkan media
dakwah yang lain, Internet memiliki tiga keunggulan. Pertama karena
sifatnya yang never turn-off (tidak pernah dimatikan) dan unlimited access
(dapat diakses tanpa batas). Internet memberi keleluasaan kepada penggunanya
untuk mengakses dalam kondisi dan situasi apapun.
Kedua, Internet merupakan tempat yang tepat bagi mereka yang
ingin berdiskusi tentang pengalaman spiritual yang mungkin tidak rasional dan
bila dibawa pada forum yang biasa akan mengurangi keterbukaannya. Para saintis
biasanya merasa terbatasi oleh koridor ilmiah untuk mengekspresikan suatu
pikiran atau pengalaman. Internet menyediakan ruang yang mengakomodasi
keinginan mereka untuk merasa bebas membicarakan sesuatu yang di luar kelaziman
ilmiah.
Ketiga, sebagian orang yang memiliki keterbatasan dalam
komunikasi sering kali mendapat kesulitan guna mengatasi dahaga spiritual
mereka. Padahal mereka ingin sekali berdiskusi dan mendapat bimbingan dari para
ulama. Sementara itu ada sebagian orang yang ingin bertanya atau siap berdebat
dengan para ulama untuk mencari kebenaran namun kondisi sering tidak
memungkinkan. Internet hadir sebagai kawan (atau lawan) diskusi sekaligus
pembimbing setia. Para ulama seharusnya dapat menggunakan internet sebagai
media efektif untuk mencapai tujuan dakwahnya.
E. Internet
Sebagai Media Dakwah Islami
"Sampaikanlah,
walau hanya satu ayat," demikian ditegaskan oleh Nabi Muhammad SAW kepada
umatnya suatu ketika. Ujaran yang sangat terkenal tersebut berintikan ajakan
kepada para penganut agama Islam untuk senantiasa menyempatkan diri untuk
berdakwah dan berbagi pengetahuan bagi sesama, kapanpun dan dimanapun. Sebelum
Rasullulah wafat pada tahun 632 M, dakwah kerap dilakukan secara lisan. Baru
pada tahun 644 M ketika Islam dipimpin oleh Uthman bin Affan, sahabat
Rasulullah dan khalifah ketiga, dakwah mulai dilakukan secara tertulis. Pada
saat itu Al-Qur'an sebagai kita suci Islam mulai dibukukan, digandakan dan
disebarluaskan ke imperium-imperium Islam di penjuru dunia.
Semangat dakwah
tersebut, meskipun hanya satu ayat, merupakan satu bentuk "tanggung jawab
moril" yang sangat mengakar di kalangan umat Islam. Segala daya dan upaya
untuk melakukan dakwah terus dilakukan, hingga kini.Setelah beratus tahun
berselang sejak dakwah lisan dikumandangkan oleh Rasulullah, pada masa kini
dakwah telah menggunakan medium bit, binary dan digital. Dakwah dalam bentuk
tulisan di buku mendapatkan komplementernya berupa text dan hypertext di
Internet.
Meskipun jumlahnya
masih sangat sedikit, kalangan umat Islam di Indonesia yang menggunakan
Internet sebagai media dakwah jumlahnya kian hari kian bertambah. Total jumlah
pengguna Internet di Indonesia saja terhitung baru sekitar 2 persen saja dari
total penduduk Indonesia. Tetapi semangat berdakwah "walau hanya satu
ayat" tersebut tidak mengurungkan niat para pelaku dakwah digital.
Fenomena dakwah
digital tersebut memang berkembang seiring dengan berkembangnya teknologi
informasi (TI) di dunia. Internet komersial baru masuk ke Indonesia pada tahun
1994, dengan dibukanya IndoNet di Jakarta, sebagai Internet Service Provider
(ISP) pertama di Indonesia. Salah satu pelopor penggunaan Internet sebagai
media dakwah adalah seperti yang dilakukan oleh kelompok Jaringan Informasi
Islam (JII). JII yang dibidani oleh jebolan Pusat Teknologi Tepat Guna
(Pustena) Masjid Salman ITB tersebut sudah sejak sekitar tahun 1997-1998
bergulat dengan teknologi e-mail yang diaplikasikan ke dalam
pesantren-pesantren, membentuk apa yang disebut dengan Jaringan Pondok
Pesantren.
Kemudian pada sekitar tahun 1998-1999 mulai marak aneka mailing-list
(milis) Indonesia bernuansa Islami semisal Isnet, Al Islam dan Padan Mbulan.
Baru kemudian pada tahun 1999-2000 bermunculanlah situs-situs Islam di
Indonesia, yang tidak sekedar situs-situs institusi Islam, tetapi berisi aneka
informasi dan fasilitas yang memang dibutuhkan oleh umat Islam. Maka lengkaplah
Internet menjadi salah satu media rujukan dan media dakwah Islam Indonesia.
Masuknya Internet dalam aspek kehidupan umat Islam mulai menggeser
pemikiran-pemikiran lama. Menjadi santri kini tidak harus diidentikkan dengan
sarung dan mengaji di langgar saja. Sekedar contoh, para santri Pesantren
Darunnajah di Ulujami Jakarta Selatan ternyata telah akrab dengan e-mail karena
di dalam pesantren tersebut ada sebuah warnet yang dipergunakan bergantian
antara santri pria dan wanita. Ada pula pesantren Annida di Bekasi, yang memang
telah benar-benar memberikan materi pendidikan e-mail dan Internet kepada para
santri-santrinya.
Dengan bermodalkan sepuluh komputer yang terkoneksi ke Internet, maka setiap hari selalu diberikan materi-materi Internet secara bergiliran. Menggunakan Internet pun bisa dianggap sebagai suatu ibadah. Masjid At-Tin di komplek Taman Mini misalnya, di dalamnya terdapat sebuah warnet dengan 10 buah komputer. Administrasi warnet tersebut berada di bawah Bidang Dakwah dan Pendidikan Yayasan At-Tin, sebagai pengelola Masjid tersebut.
Dengan bermodalkan sepuluh komputer yang terkoneksi ke Internet, maka setiap hari selalu diberikan materi-materi Internet secara bergiliran. Menggunakan Internet pun bisa dianggap sebagai suatu ibadah. Masjid At-Tin di komplek Taman Mini misalnya, di dalamnya terdapat sebuah warnet dengan 10 buah komputer. Administrasi warnet tersebut berada di bawah Bidang Dakwah dan Pendidikan Yayasan At-Tin, sebagai pengelola Masjid tersebut.