Selasa, 27 Maret 2018

PENDIDIKAN KARAKTER

 


A.    Pengertian Pendidikan Krakter
Pendidikan karakter merupakan upaya untuk membantu perkembangan jiwa anak-anak baik lahir maupun batin, dari sifat kodratinya menuju kearah peradaban yang manusiawi dan lebih baik. Sehubung dengan itu, Dewantara (1967) pernah mengemukakan beberapa hal yang harus dilaksanakan dalam pendidikan karakter, yakni ngerti-ngroso,nglakonin (menyadari, menginsyafi, dan melakukan). Hal tersebut senada dengan ungkapan orang Sunda di Jawa Barat, bahwa pendididkan karakter harus merujuk pada adanya keselarasan anatara tekad-ucap-lampah (niat, uncapan/kata-kata, dan perbuatan).
Pendidikan karakter merupakan proses yang berkelanjutan dan tidak pernah berakhir (never ending process), sehingga menghasilkan perbaikan kualitas yang berkesinambungan (continuous quality improvement), yang ditunjukan pada terwujudnya sosok manusia masa depan, dan berakar pada nilai-nilai budaya bangsa. Pendidikan karakter harus menumbuhkembangkan nilai-nilai filosofis yang mengamalkan seluiruh karakter bangsa secara utuh dan menyeluruh (kaffah).
Menurut T. Ramli (2003) pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsanya.
Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di indonesia adalah pendidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari karakter bangsa indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda. Menurut elkind dan sweet (2004), pendidikan karakter dimaknai sebagai “pendidikan karakter adalah usaha yang sungguh-sungguh untuk untuk membantu orang memahami, peduli, dan bertindak berdasarkan nilai-nilai etika ini. Ketika berfikir tentang jenis karakter yang kita inginkan bagi anak-anak kita, jelas bahwa kita ingin mereka bisa menilai apa yang benar, peduli secara mendalam tentang apa yang benar, dan kemudian melakukan apa yang mereka yakini benar, bahkan dalam menghadapi tekanan dari luar dan godaan dari dalam”.
Pendidikan karakter adalah sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk karakter watak peserta didik. Para pakar pendidikan pada umumnya sependapat tentang pentingnya upaya peningkatan pendidikan karakter pada jalur pendidikan normal.
Karakter berasal dari bahasa yunaniyang berarti to mark atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasiakan nilai-nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus, dan berprilaku sesuai dengan kaidah moral disebut karakter mulia.
Karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, karakter dan akhlak mulia, perilaku, personalia, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun bekarakter adalah berkepribadaian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak. Individu yang bekarakter baik atau ungulan adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang baik Terhadap Tuhan Ynag Maha Esa, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya denagn mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi, dan motivasinya (perasaanya) .
Secara kurikuler, isi pendidikan karakter pada dasarnya terdiri atas:
1.      Nilai-nilai esensial karakter
2.      Wahana pendidikan karakter yang merupakan substansi dan proses pendidikan mata pelajaran yang relevan.
Berdasarkan pengertian diatas dapat dipahami bahwa karakter identik dengan akhlak,  sehingga karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusai yang universal yang meliputi seluruh aktivis manusia, baik dalam rangka berhubungan dengan Tuhanya, dengan dirinya, dengan sesama manusia, maupun dengan lingkungannya, yang terwujud dalam dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbutan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata karma, budaya, dan adat istiadat.
    
B.     Hakikat Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter memiliki makna lebih tinggi dari pendidikan moral, karena pendidikan tidak hanya berkaitan dengan masalah benar-salah, tetapi bagaimana menanamkan kebiasaan (habit) tentang hal-hal yang baikdalam kehidupan, sehingga anak/peserta didik memiliki kesadaran, dan pemahaman yang tinggi, serta kepedulian dan komitmen untuk menerapkan kebajikan dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa karakter merupakan sifat alami seseorang dalam merespons situasi secar bermoral, yang diwujudkan dalam tindakan nyata melalui perilaku baik, jujur, betanggungjawab, hormat terhadap orang lain, dan nilai-nilai karakter mulia lainnya. Karena ciri-ciri karakter tersebut dapat diidentifikasikan pada perilaku individu dan bersifat unik, maka karakter sangat dekat dengan kepribadian individu.
Melengkapi uraian diatas, Megawati, pencetus pendidikan karakter di indonesia telah menyusun 9 pilar karakter mulia yang selayaknya dijadikan acuan dalam pendidikan karakter, baik diluar sekolah maupun diluar sekolah, yaitu sebagai berikut :
1.      Cinta Allah dan Kebenaran
2.      Tanggung jawab, disiplin, dan mandiri
3.      Amanah
4.      Hormat dan santun
5.      Kasih sayang, peduli, dan kerja sama
6.      Percaya diri, kreatif, dan pantang menyerah
7.      Adil dan berjiwa kepemimpinan
8.      Baik dan rendah hati
9.      Teleran dan cinta damai
Dalam persfektif islam, pendidikan karakter secara teoritik sebenarnya telah ada sejak islam diturunkan didunia , seiring dengan diutusnya Nabi Muhammad SAW untuk memperbaiki atau menyempurnakan akhlak (karakter) manusia. Ajaran islam sendiri mengandung sistematika ajaran yang tidak hanya menekankan pada aspek keimanan, ibadah dan mu’amalah, tetapi juga akhlak. Pengalaman ajaran islam secara utuh (kaffah) merupakan model karakter seorang muslim, bahkan di personifikasikan dengan model karakter Nabi Muhammad  SAW, yang memiliki sifat shidiq, tabliq, amanah, fatonah (STAF).
C.     Nilai-Nilai Karakter
Ada 6 pilar penting karakter yang dapat digunakan untuk mengukur dan menilai watak/perilaku, yaitu: respect (penghormatan), responsibility (tanggung jawab), citizenship-civic duty (kesadaran berwarga negara), fairness (keadilan), caring (kepedulian dan kemauan berbagi) dan tustworthiness (kepercayaan). Adapun nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa yang diidentifikasi adalah sebagai berikut :
1.      Religius               :sikap atau perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2.      Jujur                     :perilaku yang berdasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercayadalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3.      Toleransi            :sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakn orang lainyang berbeda dengan lainnya.
4.      Disiplin                :tindakan yang menunjukan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5.      Kerja keras          :perilaku yang menunjukan upaya yang sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
6.      Kreatif                  :berfikir dalam melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang lenih dimiliki.
7.      Mandiri                :sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8.      Demokrasi           :cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9.      Rasa ingin tahu  :sikapdasn tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan melkuas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan didengar.
10.  Tanggungjawab :sikap seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
Nilai-nilai karakter yang dipilih sebagai nilai-nilai inti (core values)
-          PERSONAL        : OTAK (CERDAS ), HATI (JUJUR)
-          SOSIAL                : OTAK (TANGGUH), HATI (PEDULI)
Dari pembagian diatas menunjukan karakter sesorang peserta didik amat ditentukan oleh perangai (trait) dari otak (hend,mind), dan hati (heart).
Belajar dan pembelajaran pada esensinya memiliki makna tiga kreteria, yaitu suatu aktivitas disebut belajar atau sesuatu itu terjadi pembelajaran, apabila:
-          Lahirnya pengetahuan baru
-          Lahirnay kemampuan baru
-          Lahirnay perubahan baru
D.    TUJUAN PENDIDIKAN KARAKTER
Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan yang mengarahkan pada pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secra utuh, terpadu dan seimbang, sesuai dengan standar kopetensi lulusan pada setiap suatu pendidikan. Melalui pendidikan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai dengan standar kompetensi lulusan pada setiap satuan pendidikan.
Pendidikan karakter pada tingkat satuan pendidikan mengarahkan pada pembentukan budaya sekolah/madrasah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi kebiasaan sehari-hari. Serta simbol-simbol yang dipraktikan oleh semua warga sekolah/madrasah, dan masyarakat sekitarnya. Budaya sekilah/madrasah merupakan ciri khas, karakter  atau watak, dan citra sekolah/madrasah tersebut dimata masyarakat luas.
E.     IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER
Pada umumnya pendidikan karakter menekankan pada keteladanan, penciptaan lingkungan, dan pembiasaan , melalui berbagai tugas keilmuan dan kegiatan kondisif. Dengan demikian, apa yang dilihat, didengar, dirasakan, dikerjakan oleh peserta didik dapat membentuk karakter mereka. Selain menjadi keteladanan dan pembiasaan sebagai metode pendidikan utama, penciptaan iklim dan budaya serta lingkungan kondusif juga sangat penting, dan turut membentuk karakter peserta didik.
F.      INDIKATOR KEBERHASILAN PENDIDIKAN KARAKTER
Keberhasilan program pendidikan karakter dapat diketahui dari perwujudan indikator Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dalam pribadi peserta didik secara utuh. Kata utuh perlu ditekankan karena hasil pendidikan sebagai output dari setiap satuan pendidikan belum menunjukan keutuhan tersebut. Keberhasilan pendidikan tersebut misalnya dapat dilihat dalam setiap rumusan SKL. Sebagai contoh SKL SMP/MTs, adalah sebagai berikut :
1.      Mengamalkan ajaran agama yang dianaut sesuai dengan tahap perkembangan anak.
2.      Memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri.
3.      Menunjukan sikap percaya diri.
4.      Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas.
5.      Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkungan nasional. 
G.    PENDEKATAN PENDIDIKAN KARAKTER
Para pakar telah mengemukakan berbagai pendekatan pendidikan moral. Menurut Hersh, et, al. (1980) diantara berbbagai pendekatan yang berkembang, ada 6 pendekatan yang banyak digunakan yaitu pendekatan pengembangan rasional, pertimbangan, klarifikasi nilai, pengembangan moral kognitif, perilaku sosial, dan penanaman nilai.
1.      Pendekatan pengembangan rasional, yaitu pendekatan yang difokuskan untuk memberikan peranan pada rasio (akal) peserta didik dan perkembangannya dalam mamahami dan membedakan berbagai nilai berkaitan dalam perilaku yang baik buruk dalam hidup dan sistem kehidupan manusia.
2.      Pendekatan pertimbangan nilai moral, yaitu pendekatan yang difokuskan untuk mendorong peserta didik untuk membuat pertimbangan moral dalam membuat keputusan yang terkait dengan masalah-maslah moral, dari suatu tingkat yang lebih rendah menuju suatu tingkat yang lebih tinggi didasarkan pada berfikir aktif.  
H.    STRATEGI, METODE DAN TEKNIK PENDIDIKAN KARAKTER
Untuk mengaplikasikan konsep pendidikan nilai tersebut, diperlukan beberapa metode, baik metode langsung maupun tidak langsung. Metode langsung mulai dengan penentuan perilaku yang dinilai baik sebagai upaya indoktrinasi berbagai ajaran. Caranya dengan memusatkan perhatian secara langsung pada ajaran tersebut memulai mendiskusikan, mengilustrasikan, menghafalkan, dan mengucapkan.
Metode tidak langsung tidak dimulai dengan menentukan perilaku yang diinginkan, tetapi dengan menciptakan situasi yang memungkinkan perilaku yang baik dapat dipraktikkan. Keseluruhan pengalaman disekolah dimanfaatkan untuk mengembangkan perilaku yang baik. Dengan penerapan metode langsung dimungkinkan nilai-nilai yang diindoktrinasi dapat diserap peseta didik, bahkan dihafal diluar kepala, tetapi tidak terinternalisasikan, apalagi teramalkan.