A.
Pengertian
Pendidikan Krakter
Pendidikan
karakter merupakan upaya untuk membantu perkembangan jiwa anak-anak baik lahir
maupun batin, dari sifat kodratinya menuju kearah peradaban yang manusiawi dan
lebih baik. Sehubung dengan itu, Dewantara (1967) pernah mengemukakan beberapa
hal yang harus dilaksanakan dalam pendidikan karakter, yakni ngerti-ngroso,nglakonin (menyadari,
menginsyafi, dan melakukan). Hal tersebut senada dengan ungkapan orang Sunda di
Jawa Barat, bahwa pendididkan karakter harus merujuk pada adanya keselarasan
anatara tekad-ucap-lampah (niat,
uncapan/kata-kata, dan perbuatan).
Pendidikan
karakter merupakan proses yang berkelanjutan dan tidak pernah berakhir (never ending process), sehingga menghasilkan
perbaikan kualitas yang berkesinambungan (continuous
quality improvement), yang ditunjukan pada terwujudnya sosok manusia masa
depan, dan berakar pada nilai-nilai budaya bangsa. Pendidikan karakter harus
menumbuhkembangkan nilai-nilai filosofis yang mengamalkan seluiruh karakter
bangsa secara utuh dan menyeluruh (kaffah).
Menurut
T. Ramli (2003) pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan
pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi
anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang
baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga
negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsanya.
Oleh
karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di
indonesia adalah pendidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang
bersumber dari karakter bangsa indonesia sendiri, dalam rangka membina
kepribadian generasi muda. Menurut elkind dan sweet (2004), pendidikan karakter
dimaknai sebagai “pendidikan karakter adalah usaha yang sungguh-sungguh untuk
untuk membantu orang memahami, peduli, dan bertindak berdasarkan nilai-nilai
etika ini. Ketika berfikir tentang jenis karakter yang kita inginkan bagi
anak-anak kita, jelas bahwa kita ingin mereka bisa menilai apa yang benar,
peduli secara mendalam tentang apa yang benar, dan kemudian melakukan apa yang
mereka yakini benar, bahkan dalam menghadapi tekanan dari luar dan godaan dari
dalam”.
Pendidikan
karakter adalah sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter
peserta didik. Guru membantu membentuk karakter watak peserta didik. Para pakar
pendidikan pada umumnya sependapat tentang pentingnya upaya peningkatan
pendidikan karakter pada jalur pendidikan normal.
Karakter
berasal dari bahasa yunaniyang berarti to mark atau menandai dan memfokuskan
bagaimana mengaplikasiakan nilai-nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau
tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus, dan berprilaku
sesuai dengan kaidah moral disebut karakter mulia.
Karakter
menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian,
karakter dan akhlak mulia, perilaku, personalia, sifat, tabiat, temperamen,
watak”. Adapun bekarakter adalah berkepribadaian, berperilaku, bersifat,
bertabiat, dan berwatak. Individu yang bekarakter baik atau ungulan adalah
seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang baik Terhadap Tuhan Ynag Maha
Esa, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional
pada umumnya denagn mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai
dengan kesadaran, emosi, dan motivasinya (perasaanya) .
Secara
kurikuler, isi pendidikan karakter pada dasarnya terdiri atas:
1.
Nilai-nilai
esensial karakter
2.
Wahana
pendidikan karakter yang merupakan substansi dan proses pendidikan mata
pelajaran yang relevan.
Berdasarkan
pengertian diatas dapat dipahami bahwa karakter identik dengan akhlak, sehingga karakter merupakan nilai-nilai
perilaku manusai yang universal yang meliputi seluruh aktivis manusia, baik
dalam rangka berhubungan dengan Tuhanya, dengan dirinya, dengan sesama manusia,
maupun dengan lingkungannya, yang terwujud dalam dalam pikiran, sikap,
perasaan, perkataan, dan perbutan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata
karma, budaya, dan adat istiadat.
B. Hakikat Pendidikan Karakter
Pendidikan
karakter memiliki makna lebih tinggi dari pendidikan moral, karena pendidikan
tidak hanya berkaitan dengan masalah benar-salah, tetapi bagaimana menanamkan
kebiasaan (habit) tentang hal-hal yang baikdalam kehidupan, sehingga anak/peserta
didik memiliki kesadaran, dan pemahaman yang tinggi, serta kepedulian dan
komitmen untuk menerapkan kebajikan dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa karakter merupakan sifat alami seseorang dalam
merespons situasi secar bermoral, yang diwujudkan dalam tindakan nyata melalui
perilaku baik, jujur, betanggungjawab, hormat terhadap orang lain, dan
nilai-nilai karakter mulia lainnya. Karena ciri-ciri karakter tersebut dapat
diidentifikasikan pada perilaku individu dan bersifat unik, maka karakter
sangat dekat dengan kepribadian individu.
Melengkapi
uraian diatas, Megawati, pencetus pendidikan karakter di indonesia telah
menyusun 9 pilar karakter mulia yang selayaknya dijadikan acuan dalam
pendidikan karakter, baik diluar sekolah maupun diluar sekolah, yaitu sebagai
berikut :
1.
Cinta
Allah dan Kebenaran
2.
Tanggung
jawab, disiplin, dan mandiri
3.
Amanah
4.
Hormat
dan santun
5.
Kasih
sayang, peduli, dan kerja sama
6.
Percaya
diri, kreatif, dan pantang menyerah
7.
Adil
dan berjiwa kepemimpinan
8.
Baik
dan rendah hati
9.
Teleran
dan cinta damai
Dalam
persfektif islam, pendidikan karakter secara teoritik sebenarnya telah ada
sejak islam diturunkan didunia , seiring dengan diutusnya Nabi Muhammad SAW
untuk memperbaiki atau menyempurnakan akhlak (karakter) manusia. Ajaran islam
sendiri mengandung sistematika ajaran yang tidak hanya menekankan pada aspek
keimanan, ibadah dan mu’amalah, tetapi juga akhlak. Pengalaman ajaran islam
secara utuh (kaffah) merupakan model karakter seorang muslim, bahkan di
personifikasikan dengan model karakter Nabi Muhammad SAW, yang memiliki sifat shidiq, tabliq, amanah,
fatonah (STAF).
C. Nilai-Nilai Karakter
Ada
6 pilar penting karakter yang dapat digunakan untuk mengukur dan menilai
watak/perilaku, yaitu: respect (penghormatan), responsibility (tanggung jawab),
citizenship-civic duty (kesadaran berwarga negara), fairness (keadilan), caring
(kepedulian dan kemauan berbagi) dan tustworthiness (kepercayaan). Adapun
nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa yang
diidentifikasi adalah sebagai berikut :
1.
Religius
:sikap atau perilaku yang
patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap
pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2.
Jujur :perilaku yang berdasarkan
pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercayadalam
perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3.
Toleransi :sikap
dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan
tindakn orang lainyang berbeda dengan lainnya.
4.
Disiplin :tindakan yang menunjukan
perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5.
Kerja
keras :perilaku yang menunjukan
upaya yang sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas,
serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
6.
Kreatif :berfikir dalam melakukan
sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang lenih
dimiliki.
7.
Mandiri
:sikap dan perilaku yang
tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8.
Demokrasi :cara berfikir, bersikap, dan
bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9.
Rasa
ingin tahu :sikapdasn tindakan yang
selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan melkuas dari sesuatu yang
dipelajari, dilihat, dan didengar.
10. Tanggungjawab :sikap seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang
seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam,
sosial, dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
Nilai-nilai
karakter yang dipilih sebagai nilai-nilai inti (core values)
-
PERSONAL
: OTAK (CERDAS ), HATI (JUJUR)
-
SOSIAL : OTAK (TANGGUH), HATI (PEDULI)
Dari
pembagian diatas menunjukan karakter sesorang peserta didik amat ditentukan
oleh perangai (trait) dari otak (hend,mind), dan hati (heart).
Belajar
dan pembelajaran pada esensinya memiliki makna tiga kreteria, yaitu suatu
aktivitas disebut belajar atau sesuatu itu terjadi pembelajaran, apabila:
-
Lahirnya
pengetahuan baru
-
Lahirnay
kemampuan baru
-
Lahirnay
perubahan baru
D. TUJUAN PENDIDIKAN KARAKTER
Pendidikan
karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan yang
mengarahkan pada pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secra
utuh, terpadu dan seimbang, sesuai dengan standar kopetensi lulusan pada setiap
suatu pendidikan. Melalui pendidikan karakter dan akhlak mulia peserta didik
secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai dengan standar kompetensi lulusan
pada setiap satuan pendidikan.
Pendidikan
karakter pada tingkat satuan pendidikan mengarahkan pada pembentukan budaya
sekolah/madrasah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi kebiasaan
sehari-hari. Serta simbol-simbol yang dipraktikan oleh semua warga
sekolah/madrasah, dan masyarakat sekitarnya. Budaya sekilah/madrasah merupakan
ciri khas, karakter atau watak, dan
citra sekolah/madrasah tersebut dimata masyarakat luas.
E. IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER
Pada
umumnya pendidikan karakter menekankan pada keteladanan, penciptaan lingkungan,
dan pembiasaan , melalui berbagai tugas keilmuan dan kegiatan kondisif. Dengan
demikian, apa yang dilihat, didengar, dirasakan, dikerjakan oleh peserta didik
dapat membentuk karakter mereka. Selain menjadi keteladanan dan pembiasaan
sebagai metode pendidikan utama, penciptaan iklim dan budaya serta lingkungan
kondusif juga sangat penting, dan turut membentuk karakter peserta didik.
F. INDIKATOR KEBERHASILAN PENDIDIKAN KARAKTER
Keberhasilan
program pendidikan karakter dapat diketahui dari perwujudan indikator Standar
Kompetensi Lulusan (SKL) dalam pribadi peserta didik secara utuh. Kata utuh
perlu ditekankan karena hasil pendidikan sebagai output dari setiap satuan
pendidikan belum menunjukan keutuhan tersebut. Keberhasilan pendidikan tersebut
misalnya dapat dilihat dalam setiap rumusan SKL. Sebagai contoh SKL SMP/MTs,
adalah sebagai berikut :
1.
Mengamalkan
ajaran agama yang dianaut sesuai dengan tahap perkembangan anak.
2.
Memahami
kekurangan dan kelebihan diri sendiri.
3.
Menunjukan
sikap percaya diri.
4.
Mematuhi
aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas.
5.
Menghargai
keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam
lingkungan nasional.
G. PENDEKATAN PENDIDIKAN KARAKTER
Para
pakar telah mengemukakan berbagai pendekatan pendidikan moral. Menurut Hersh,
et, al. (1980) diantara berbbagai pendekatan yang berkembang, ada 6 pendekatan
yang banyak digunakan yaitu pendekatan pengembangan rasional, pertimbangan,
klarifikasi nilai, pengembangan moral kognitif, perilaku sosial, dan penanaman
nilai.
1.
Pendekatan
pengembangan rasional, yaitu pendekatan yang difokuskan untuk memberikan
peranan pada rasio (akal) peserta didik dan perkembangannya dalam mamahami dan
membedakan berbagai nilai berkaitan dalam perilaku yang baik buruk dalam hidup
dan sistem kehidupan manusia.
2.
Pendekatan
pertimbangan nilai moral, yaitu pendekatan yang difokuskan untuk mendorong
peserta didik untuk membuat pertimbangan moral dalam membuat keputusan yang
terkait dengan masalah-maslah moral, dari suatu tingkat yang lebih rendah
menuju suatu tingkat yang lebih tinggi didasarkan pada berfikir aktif.
H. STRATEGI, METODE DAN TEKNIK PENDIDIKAN
KARAKTER
Untuk
mengaplikasikan konsep pendidikan nilai tersebut, diperlukan beberapa metode,
baik metode langsung maupun tidak langsung. Metode langsung mulai dengan
penentuan perilaku yang dinilai baik sebagai upaya indoktrinasi berbagai
ajaran. Caranya dengan memusatkan perhatian secara langsung pada ajaran
tersebut memulai mendiskusikan, mengilustrasikan, menghafalkan, dan
mengucapkan.
Metode
tidak langsung tidak dimulai dengan menentukan perilaku yang diinginkan, tetapi
dengan menciptakan situasi yang memungkinkan perilaku yang baik dapat
dipraktikkan. Keseluruhan pengalaman disekolah dimanfaatkan untuk mengembangkan
perilaku yang baik. Dengan penerapan metode langsung dimungkinkan nilai-nilai
yang diindoktrinasi dapat diserap peseta didik, bahkan dihafal diluar kepala,
tetapi tidak terinternalisasikan, apalagi teramalkan.